Tak hanya sembilan pegawai nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mencabut permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Langkah yang sama juga dilakukan oleh Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) untuk mencabut permohonan uji materi undang undang tentang KPK. Adapun permohonan pencabutan uji materi UU KPK ini terkait dengan pengujian Pasal 69B ayat (1) dan Pasal 69C Undang Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentangKomisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Mulanya permohonan ini diajukan untuk menyelisik polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang menjegal 75 pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). "Mengajukan permohonan pencabutan dan atau penarikan kembali berkas pengajuan pengujian Pasal 69B ayat (1) dan pasal 69C Undang Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6409) terhadap Undang Undang Dasar 1945 Sebagaimana Register Perkara Nomor 25/PUU XIX/2021," jelas Koordinator MAKI Boyamin Saiman, Selasa (22/6). Ia menjelaskan alasan pihaknya mencabut permohonan uji materi terkait polemik TWK ke MK.
Boyamin menjelaskan, alasan teknis pencabutan uji materi tersebut lantaran Covid 19 menunjukkan gejala penularan yang lebih parah, karena diketemukannya varian delta yang sebarannya sangat cepat dan semakin meningkatnya penderita terpapar Covid 19 di DKI Jakarta, "Kami setuju dengan kebijakan Mahkamah Konstitusi untuk menunda persidangan sampai batas keadaan yang lebih baik dan sekaligus memahami terdapat upaya bersama untuk mencegah penularan virus Covid 19," katanya. Karena itu, hal ini mengurangi beban proses persidangan di MK akibat penularan virus Covid 19 yang semakin mengkhawatirkan.
"Maka kami dengan kesadaran penuh mengajukan permohonan pencabutan dan atau penarikan permohoan uji materi aquo untuk memungkinkan kemudian diajukan lagi pada masa mendatang dalam keadaan yang lebih baik," terang Boyamin. Sementara itu, alasan material pencabutan permohonan lantaran pegawai KPK yang gugur akibat TWK telah mengajukan permohonan uji materi di MK dan Mahkamah Agung (MA) dicabut. Sehingga MAKI merasa legal standing menjadi tidak relevan.
"Pegawai KPK yang gugur akibat TWK adalah pihak yang paling pas mengajukan ujimateri karena pihak yang paling dirugikan terkait TWK yang dijadikan dasar untuk memberhentikan Pegawai KPK tersebut," kata Boyamin. Boyamin memastikan, pihaknya memberikan dukungan yang seluas luasnya kepada pegawai KPK untuk memperjuangkan hak hak dasarnya.I Menegaskan, tidak berkeinginan untuk menjadi faktor penghambat terhadap perjuangan pegawai KPK yang gugur akibat TWK yang dinilai bermasalah.
Sebanyak sembilan pegawai KPK yang menjadi pemohon dalam pengujian UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, sebelumnya menyatakan telah mencabutpermohonan uji materi di MK pada 18 Juni 2021. Adapun Undang Undang yang diajukan untuk diuji adalah Pasal 69B Ayat (1) dan Pasal 69C Undang Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. "Para pegawai memiliki dua alasan dalam pencabutan permohonan ini," ujar pegawai KPK Hotman Tambunan.
Hotman menjelaskan, alasan pertama mencabut permohonan uji materi ke MK lantaran memandang, MK telah memberikan payung hukum secara tegas terkait alih status pegawai KPK menjadi ASN sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan Putusan Nomor 870/PUU XVII/2019. Alasan kedua, para pegawai merasa pertimbangan tersebut bersifat mengikat untuk semua pihak. Karena itu, seharusnya pimpinan KPK mematuhi putusan MK terkait mekanisme peralihan status pegawai KPK, agar tidak merugikan hak pegawai.
"Sehingga, dua alasan tersebut secara tegas dan jelas sudah memberikan pedoman hukum dalam mengalihkan status pegawai KPK menjadi ASN," kata Hotman. Sementara itu, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Indonesia Corruption Watch (ICW) konsisten menyuarakan kekecewaannya terhadap lembaga KPK era Komjen Pol Firli Bahuri. Kurnia Ramadhana peneliti dari ICW mengatakan, Firli telah sukses mengobrak abrik KPK dengan serangkaian kebijakan kontroversi hingga menyingkirkan puluhan pegawai berintegritas.
Upaya penyingkiran itu diduga melalui asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang merupakan syarat alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Terdapat 51 orang dari 75 pegawai akan diberhentikan sedangkan 24 pegawai KPK lainnya akan mengikuti tes ulang. "Firli kembali berhasil menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga antirasuah itu," ujar Kurnia.
Dalam rangka menyelamatkan agenda pemberantasan korupsi, Firli disarankan untuk segera mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK. Hal ini, menurutnya penting, mengingat kedepan tantangan pemberantasan korupsi semakin besar. "Kehadiran Firli di sana (KPK) diyakini akan semakin menyulitkan langkah penindakan maupun pencegahan KPK," tandas Kurnia.
Desakan mengundurkan diri ini bukan tanpa alasan. Berdasarkan data ICW menemukan setidaknya ada lima pelanggaran di berbagai sektor yang telah dilakukan, mulai dari pelanggaran HAM, maladministrasi, dan pembangkangan perintah Presiden saat memaksakan TWK. "Lalu pelanggaran etik dan dugaan tindak pidana gratifikasi dalam isu penggunaan helikopter mewah," kata Kurnia.
Dalam kesempatan berbeda, Ketua KPK Firli Bahuri sebelumnya telah menegaskan tidak ada niat untuk menyingkirkan para pegawai KPK. Ia menyebut, terdapat 1.271 pegawai KPK yang telah dilantik menjadi ASN pada 1 Juni 2021 yang bertepatan dengan Hari Lahir Pancasila. "Saya agak heran ada kalimat upaya menyingkirkan. Saya katakan nggak ada upaya menyingkirkan siapapun. Karena tes yang dilakukan, tes wawasan kebangsaan diikuti dengan instrumen yang sama, waktu pekerjaan sama, pertanyaan sama, modul sama," ujar Firli di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (1/6) lalu.
Firli menuturkan, 1.271 pegawai KPK dinyatakan lulus dan telah resmi dilantik menjadi ASN. Karena itu, dia mengklaim tidak ada niat untuk menyingkirkan pegawai KPK. Sejumlah pegawai KPK yang dinyatakan gagal TWK itu antara lain penyidik senior KPK Novel Baswedan, Ambarita Damanik, Ketua WP KPK Yudi Purnomo, hingga Direktur PJKAKI Sujanarko.